Monday, 26 March 2012

Pendidikan karakter Vs ujian akhir nasional


Oleh : Heriadi, S.Pd.I

Assalamu alaikum warahmatsullahi wabarakatuh...
Alhamdulillah.... dengan pancaran semangat hari ini, penulis dapat berbagi tulisan kecil yang insya allah membawa inspirasi yang ruar... biasa bagi kita semua, amiin.
Melihat judul tulisan ini, multipersepsi akan muncul dibenak pembaca.  Tapi perlu
pembaca ketahui bahwa judul tersebut bukan suatu “kebetulan” tapi merupakan suatu “kebenaran” yang berorientasi pada fakta-fakta empiris di dunia pendidikan indonesia hari ini.
Ada baiknya penulis menguraikan secara ringkas tentang seluk beluk kedua “kubu” diatas yakni kubu Pendidikan karakter dan kubu Ujian akhir nasional.
Jika dikaji secara komprehensif  konsep dari pendidikan karakter, maka visi hakikinya adalah membina karakter peserta didik agar menjadi insan yang cerdas dan beraklak mulia seperti  memiliki kejujuran, kesetiakawanan, pengorbanan, dan keadilan. Guru  adalah pemeran utama yang dituntut untuk kreatif dalam mengintegrasikan pembelajaran yang cerdas dan berkarakter. Bukan hanya guru PPKN dan Agama saja yang bertanggung jawab dominan dalam pembentukan karakter peserta didik, namun semua guru dalam mata pelajaran apapun memiliki peranan yang sama dengan guru PPKN dan Agama dalam penanaman karakter tersebut.
Ujian nasioanal adalah ujian yang ditetapkan oleh pemerintah melalui paket UU no.22 tahun 1999 dan UU. No.25 tahun 1999. Dalam UU ini dijelaskan bahwa indikator kelulusan siswa dalam nasional meliputi 3 aspek. Pertama, evaluasi belajar yang ditentukan oleh sekolah. Kedua, Perilaku atau sikap siswa. Dan ketiga hasil ujian akhir nasional (UAN).
Nah sekarang penulis akan mengajak imaginasi dan logika pembaca untuk mencermati gap atau kesenjangan antara kedua variabel diatas yang penulis bahasakan dalam simbol “Vs” yaitu (Pendidikan karakter Vs Ujian nasional).
a.       Pendidikan karakter (mengajarkan kejujuran) # UAN (mempertontonkan kecurangan massal).
Dalam pendidikan karakter, guru mendidik peserta didik tentang kejujuran dalam ujian alias tidak nyontek, namun pada realisasinya, justru guru tersebut yang memfasilitasi siswa untuk nyontek secara masif di UAN. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap tahun dalam ujian nasional, guru dan pihak sekolah menjadi agen kecurangan massal dalam mengedarkan bocoran jawaban pada peserta ujian.  Bukankah terjadi kontradiksi dalam hal tersebut?
b.      Pendidikan karakter (Mempertimbangkan afektif) # UAN (Mengabaikan afektif).
Dalam pendidikan karakter, sikap atau rana afektif  adalah domain yang urgen dalam mengevaluasi keberhasilan proses pembelajaran. Siswa dikategorikan berhasil ketika siswa tersebut mengetahui materi dan memiliki perangai yang baik terhadap teman, guru dan masyarakat.  Tetapi dalam UAN, afektif  hanya formalitas belaka yang tidak dipertimbangkan. Meskipun dalam UU Pendidikan yang disebutkan diatas menyatakan bahwa perilaku siswa menjadi syarat kelulusan, tapi toh pada kenyataannya, meskipun siswa bersikap baik, namun jika nilai ujian nasionalnya kurang dari standar, maka siswa tersebut tetap gagal total alias tidak lulus.

Melihat fenomena diatas, penulis menawarkan solusi dalam mengawinkan kedua program yang sebenarnya memiliki konsep positif, namun minus dalam penerapannya.  Solusi yang penulis bisa tawarkan sbb :
a.       Pemerintah menjadikan program pelatihan pengajaran sebagai agenda rutin bagi guru-guru demi  menghasilkan guru-guru profesional.
                   Pada dasarnya, guru-guru yang  membohongi nuraninya dengan memberikan bocoran jawaban tersebut dimotivasi oleh efek yang akan timbul jika dalam suatu sekolah mayoritas siswa tidak lulus, seperti citra sekolah akan buruk, guru akan dianggap gagal, guru khawtir dengan masa depan siswa.
                   Sayangnya, bentuk keprihatinan guru tersebut dieksekusi dengan cara yang tidak benar. Seharusnya bentuk keprihatinan tersebut diwujudkan dengan peningkatan kualitas mengajar guru tersebut, bukannya memilih jalan pintas yang salah.Oleh karenanya, pemerintah perlu mendukung peningkatan kualitas guru dengan program pelatihan  pengajaran yang sifatnya kontinyu bukan sekali-kali.
b.      Sekolah semestinya menyediakan fasilitas berupa asrama bagi siswa yang memungkinkan guru dapat membimbing dan mengontrol mereka selama 24 jam.  
                   Program asrama sebenarnya adalah program yang akan sangat efektif dalam mempersiapkan siswa dalam ujian nasional dan pasca UAN, sebab dalam sistem pembelajaran asrama akan terbangun interaksi pembelajaran yang lebih rutin dan sistematis. Ketika siswa hanya dibimbing oleh guru dari jam 07.00- 01.30 , maka waktu yang minim tersebut akan sulit menutupi target ujian nasional yang meliputi beberapa mata pelajaran. Terlebih jika keluarga siswa tidak aktif  dalam mengontrol siswa untuk belajar dirumah. Disamping itu, nilai plus dari pembelajaran diasrama sekolah adalah penanaman nilai-nilai akhlak mulia akan lebih terarah dengan bimbingan dan pengawasan guru.
Sebagai benang merah dari tulisan ini, Jika sekiranya dua solusi alternatif diatas diterapkan, maka insya allah wajah pendidikan kita akan lebih baik kedepannya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Wassalam.....         




No comments:

Post a Comment

Monday, 26 March 2012

Pendidikan karakter Vs ujian akhir nasional


Oleh : Heriadi, S.Pd.I

Assalamu alaikum warahmatsullahi wabarakatuh...
Alhamdulillah.... dengan pancaran semangat hari ini, penulis dapat berbagi tulisan kecil yang insya allah membawa inspirasi yang ruar... biasa bagi kita semua, amiin.
Melihat judul tulisan ini, multipersepsi akan muncul dibenak pembaca.  Tapi perlu
pembaca ketahui bahwa judul tersebut bukan suatu “kebetulan” tapi merupakan suatu “kebenaran” yang berorientasi pada fakta-fakta empiris di dunia pendidikan indonesia hari ini.
Ada baiknya penulis menguraikan secara ringkas tentang seluk beluk kedua “kubu” diatas yakni kubu Pendidikan karakter dan kubu Ujian akhir nasional.
Jika dikaji secara komprehensif  konsep dari pendidikan karakter, maka visi hakikinya adalah membina karakter peserta didik agar menjadi insan yang cerdas dan beraklak mulia seperti  memiliki kejujuran, kesetiakawanan, pengorbanan, dan keadilan. Guru  adalah pemeran utama yang dituntut untuk kreatif dalam mengintegrasikan pembelajaran yang cerdas dan berkarakter. Bukan hanya guru PPKN dan Agama saja yang bertanggung jawab dominan dalam pembentukan karakter peserta didik, namun semua guru dalam mata pelajaran apapun memiliki peranan yang sama dengan guru PPKN dan Agama dalam penanaman karakter tersebut.
Ujian nasioanal adalah ujian yang ditetapkan oleh pemerintah melalui paket UU no.22 tahun 1999 dan UU. No.25 tahun 1999. Dalam UU ini dijelaskan bahwa indikator kelulusan siswa dalam nasional meliputi 3 aspek. Pertama, evaluasi belajar yang ditentukan oleh sekolah. Kedua, Perilaku atau sikap siswa. Dan ketiga hasil ujian akhir nasional (UAN).
Nah sekarang penulis akan mengajak imaginasi dan logika pembaca untuk mencermati gap atau kesenjangan antara kedua variabel diatas yang penulis bahasakan dalam simbol “Vs” yaitu (Pendidikan karakter Vs Ujian nasional).
a.       Pendidikan karakter (mengajarkan kejujuran) # UAN (mempertontonkan kecurangan massal).
Dalam pendidikan karakter, guru mendidik peserta didik tentang kejujuran dalam ujian alias tidak nyontek, namun pada realisasinya, justru guru tersebut yang memfasilitasi siswa untuk nyontek secara masif di UAN. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap tahun dalam ujian nasional, guru dan pihak sekolah menjadi agen kecurangan massal dalam mengedarkan bocoran jawaban pada peserta ujian.  Bukankah terjadi kontradiksi dalam hal tersebut?
b.      Pendidikan karakter (Mempertimbangkan afektif) # UAN (Mengabaikan afektif).
Dalam pendidikan karakter, sikap atau rana afektif  adalah domain yang urgen dalam mengevaluasi keberhasilan proses pembelajaran. Siswa dikategorikan berhasil ketika siswa tersebut mengetahui materi dan memiliki perangai yang baik terhadap teman, guru dan masyarakat.  Tetapi dalam UAN, afektif  hanya formalitas belaka yang tidak dipertimbangkan. Meskipun dalam UU Pendidikan yang disebutkan diatas menyatakan bahwa perilaku siswa menjadi syarat kelulusan, tapi toh pada kenyataannya, meskipun siswa bersikap baik, namun jika nilai ujian nasionalnya kurang dari standar, maka siswa tersebut tetap gagal total alias tidak lulus.

Melihat fenomena diatas, penulis menawarkan solusi dalam mengawinkan kedua program yang sebenarnya memiliki konsep positif, namun minus dalam penerapannya.  Solusi yang penulis bisa tawarkan sbb :
a.       Pemerintah menjadikan program pelatihan pengajaran sebagai agenda rutin bagi guru-guru demi  menghasilkan guru-guru profesional.
                   Pada dasarnya, guru-guru yang  membohongi nuraninya dengan memberikan bocoran jawaban tersebut dimotivasi oleh efek yang akan timbul jika dalam suatu sekolah mayoritas siswa tidak lulus, seperti citra sekolah akan buruk, guru akan dianggap gagal, guru khawtir dengan masa depan siswa.
                   Sayangnya, bentuk keprihatinan guru tersebut dieksekusi dengan cara yang tidak benar. Seharusnya bentuk keprihatinan tersebut diwujudkan dengan peningkatan kualitas mengajar guru tersebut, bukannya memilih jalan pintas yang salah.Oleh karenanya, pemerintah perlu mendukung peningkatan kualitas guru dengan program pelatihan  pengajaran yang sifatnya kontinyu bukan sekali-kali.
b.      Sekolah semestinya menyediakan fasilitas berupa asrama bagi siswa yang memungkinkan guru dapat membimbing dan mengontrol mereka selama 24 jam.  
                   Program asrama sebenarnya adalah program yang akan sangat efektif dalam mempersiapkan siswa dalam ujian nasional dan pasca UAN, sebab dalam sistem pembelajaran asrama akan terbangun interaksi pembelajaran yang lebih rutin dan sistematis. Ketika siswa hanya dibimbing oleh guru dari jam 07.00- 01.30 , maka waktu yang minim tersebut akan sulit menutupi target ujian nasional yang meliputi beberapa mata pelajaran. Terlebih jika keluarga siswa tidak aktif  dalam mengontrol siswa untuk belajar dirumah. Disamping itu, nilai plus dari pembelajaran diasrama sekolah adalah penanaman nilai-nilai akhlak mulia akan lebih terarah dengan bimbingan dan pengawasan guru.
Sebagai benang merah dari tulisan ini, Jika sekiranya dua solusi alternatif diatas diterapkan, maka insya allah wajah pendidikan kita akan lebih baik kedepannya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Wassalam.....         




No comments:

Post a Comment