Sunday, 23 December 2018

PENGUATAN PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK

Heriadi, S.Pd.I
Guru SMPN 3 Budong – Budong

Nelson Mandela pernah berkata bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan adalah hal yang sangat urgen dalam menata peradaban suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, ada tiga lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut memiliki peran masing – masing, namun tetap pada tujuan yang sama yaitu menciptakan generasi cerdas dan berkarakter.

Ketika seoarang anak lahir, maka lingkungan pendidikan pertama yang diperoleh adalah lingkungan keluarga. Orang tua memegang tanggung jawab besar dalam hal ini. Lingkungan keluarga memiliki beberap fungsi yang harus terlaksana secara maksimal.
Fungsi yang pertama adalah meletakkan dasar – dasar pendidikan agama bagi anak. Pendidikan agama adalah kontrol internal dalam diri anak. Pemahaman agama yang baik akan mampu menjadi anti virus terhadap virus – virus perusak masa depan anak. Sebaliknya, lemahnya pemahaman agama anak dapat menyebabkan anak mudah terkontaminasi oleh hal – hal destruktif sebab tidak ada kontrol internal yang “terinstal” dalam diri anak. Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utamalah yang mengambil peran menanamkan dasar – dasar agama ini. Keluarga harus mengajarkan nilai – nilai ketuhanan. Sebagai permualaan, orang tua mengajarkan bahwa tuhan adalah penentu segalanya dan Dia adalah maha perkasa, sehingga setiap umat manusia wajib melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Barang siapa yang melaksanakan perintahnya, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dan siapa yang melanggar perintahnya maka dia akan mendapatkan kesengsaraan. Pemahaman inilah yang harus terinternalisasi secara optimal dalam diri anak. Selain pemahaman mendasar tersebut, orang tuapun harus mendidik sisi spiritual anak dengan praktek. Misalnya mengajak anak untuk melaksanakan ibadah sembahyang bersama, bagi agama islam orang tua dapat mengajak anak sholat berjamaah secara rutin baik di Masjid maupun di rumah. Melibatkan anak dalam kegiatan sedekah adalah cara yang efektif pula dalam mengajarkan kepedulian sosial yang merupakan ajaran agama.
Fungsi yang kedua adalah sebagai pengalaman pertama masa kanak – kanak. Ketika keluarga atau orang tua mampu mengisi masa kanak – kanak sang anak dengan hal – hal yang mengarah pada pengalaman positif, maka otak anak tersebut akan merekam hal – hal positif pula. Pengalaman ini diperoleh dari apa yang anak lihat dan dengar. Oleh karena itu orang tua tidak boleh memperlihatkan maupun memperdengarkan kata – kata negatif karena hal tersebut akan terekam di Long term Memory anak.
Fungsi yang ketiga adalah menanamkan dasar pendidikan moral. Salah satu faktor utama maraknya fenomena anak yang mempertontonkan hal – hal yang tidak bermoral seperti yang sering disaksikan di berbagai media saat ini adalah peran keluarga yang tidak maksimal dalam menanamkan pondasi  pendidikan moral. Keluarga sebagai lingkungan pertama mestinya mampu memperkenalkan nilai sopan – santun, tata krama, dan etika pergaulan sehari – hari. Namun, ada pula orang tua yang “cuek” dengan perkembangan moral anak. Mereka sering memperlihatkan perilaku yang tidak beretika seperti pertengkaran dalam keluarga. Bahkan mereka juga memperdengarkan kata – kata yang tidak sopan dan kasar kepada anak. Sehingga otak anak merekam “sampah – sampah” tersebut. Efeknya adalah besar kemungkinan hal negatif yang tersimpan dalam otak anak akan dilakukan pula oleh anak sebagai aktualisasi diri.
Fungsi yang ketiga adalah memberikan dasar pendidikan sosial. Pendidikan sosial yang dimaksud adalah terkait bagaimana seharusnya anak bergaul dalam kehidupan hari – hari. Hal ini juga tidak boleh disepelehkan oleh orang tua. Ketika anak sudah mulai masuk pada usia sekolah, mereka sudah akan berinteraksi dengan lebih banyak teman. Dan umumnya mereka belum bisa memutusakan mana teman yang baik untuk perkembangannya dan mana teman yang justru akan mengarahkannya ke hal negatif. Disinilah peran “controling” oleh orang tua. Orang tua harusnya memahami sebuah pepatah “Jika anak bergaul dengan pandai besi, minimal mereka akan kena percikan api. Namun jika anak bergaul dengan penjual parfum, minimal mereka dapat wanginya”. Salah satu faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkoba, pelaku seks bebas, dan berbuat kriminal adalah faktor pergaulan yang kebablasan. Jadi, orang tua harus benar – benar meluangkan waktu untuk mengamati pergaulan anak sehingga anak dapat terproteksi dari pergaulan yang destruktif. Jangan sampai ketika anak sudah masuk usia sekolah, lantas orang tua seolah lepas tanggung jawab sebab mereka menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Hal yang terbaik adalah orang tua dan sekolah beruapaya membangun komunikasi secara intens dalam mendidik anak, Sehingga kedua pihak menjadi mitra yang baik.

Fungsi yang keempat adalah menjamin perkembangan emosional anak. Anak yang hidup di lingkungan keluarga yang bahagia akan memiliki perkembangan emosional yang baik. Namun tidak sedikit pula keluarga yang tidak harmonis dalam membina rumah tangga atau Broken Home. Kondisi keluarga yang seperti ini akan membuat anak tertekan dan perkembangan emosionalnya akan terganggu. Efeknya adalah ketika anak stress dengan situasi Broken home tersebut, akhirnya mereka lari ke hal – hal negatif seperti narkoba, free sex dan aksi kriminal laiinya. Keluarga yang seharusnya menjadi “Surga” buat mereka justru menjadi “Neraka” bagi mereka. Oleh karena itu orang tua harus mampu membina rumah tangga secara harmonis sebab hal ini akan berpengaruh besar bagi perkembangan anak ke depan.
Sebagai kesimpulan, keluarga khususnya ayah dan ibu adalah guru pertama bagi setiap anak. Tugas utama mereka bukan mengajarkan Matematika, Kimia, Bahasa, ataupun Ilmu Alam. Namun Tugas pokok mereka adalah sebagai sosok peletak dasar – dasar nilai agama dan moral anak. Kokoh atau rapuhnya pondasi agama dan moral anak tersebut sangat bergantung kepada sejauh mana keseriusan orang tua dalam mendidik anak. Pondasi agama dan moral anak yang kokoh akan menjadi penolong orang tua menuju surga. sebaliknya, pondasi agama dan moral yang rapuh akan menjadi tembok penghalang orang tua menuju kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun di akhirat.

No comments:

Post a Comment

Sunday, 23 December 2018

PENGUATAN PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK

Heriadi, S.Pd.I
Guru SMPN 3 Budong – Budong

Nelson Mandela pernah berkata bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan adalah hal yang sangat urgen dalam menata peradaban suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, ada tiga lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut memiliki peran masing – masing, namun tetap pada tujuan yang sama yaitu menciptakan generasi cerdas dan berkarakter.

Ketika seoarang anak lahir, maka lingkungan pendidikan pertama yang diperoleh adalah lingkungan keluarga. Orang tua memegang tanggung jawab besar dalam hal ini. Lingkungan keluarga memiliki beberap fungsi yang harus terlaksana secara maksimal.
Fungsi yang pertama adalah meletakkan dasar – dasar pendidikan agama bagi anak. Pendidikan agama adalah kontrol internal dalam diri anak. Pemahaman agama yang baik akan mampu menjadi anti virus terhadap virus – virus perusak masa depan anak. Sebaliknya, lemahnya pemahaman agama anak dapat menyebabkan anak mudah terkontaminasi oleh hal – hal destruktif sebab tidak ada kontrol internal yang “terinstal” dalam diri anak. Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utamalah yang mengambil peran menanamkan dasar – dasar agama ini. Keluarga harus mengajarkan nilai – nilai ketuhanan. Sebagai permualaan, orang tua mengajarkan bahwa tuhan adalah penentu segalanya dan Dia adalah maha perkasa, sehingga setiap umat manusia wajib melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Barang siapa yang melaksanakan perintahnya, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dan siapa yang melanggar perintahnya maka dia akan mendapatkan kesengsaraan. Pemahaman inilah yang harus terinternalisasi secara optimal dalam diri anak. Selain pemahaman mendasar tersebut, orang tuapun harus mendidik sisi spiritual anak dengan praktek. Misalnya mengajak anak untuk melaksanakan ibadah sembahyang bersama, bagi agama islam orang tua dapat mengajak anak sholat berjamaah secara rutin baik di Masjid maupun di rumah. Melibatkan anak dalam kegiatan sedekah adalah cara yang efektif pula dalam mengajarkan kepedulian sosial yang merupakan ajaran agama.
Fungsi yang kedua adalah sebagai pengalaman pertama masa kanak – kanak. Ketika keluarga atau orang tua mampu mengisi masa kanak – kanak sang anak dengan hal – hal yang mengarah pada pengalaman positif, maka otak anak tersebut akan merekam hal – hal positif pula. Pengalaman ini diperoleh dari apa yang anak lihat dan dengar. Oleh karena itu orang tua tidak boleh memperlihatkan maupun memperdengarkan kata – kata negatif karena hal tersebut akan terekam di Long term Memory anak.
Fungsi yang ketiga adalah menanamkan dasar pendidikan moral. Salah satu faktor utama maraknya fenomena anak yang mempertontonkan hal – hal yang tidak bermoral seperti yang sering disaksikan di berbagai media saat ini adalah peran keluarga yang tidak maksimal dalam menanamkan pondasi  pendidikan moral. Keluarga sebagai lingkungan pertama mestinya mampu memperkenalkan nilai sopan – santun, tata krama, dan etika pergaulan sehari – hari. Namun, ada pula orang tua yang “cuek” dengan perkembangan moral anak. Mereka sering memperlihatkan perilaku yang tidak beretika seperti pertengkaran dalam keluarga. Bahkan mereka juga memperdengarkan kata – kata yang tidak sopan dan kasar kepada anak. Sehingga otak anak merekam “sampah – sampah” tersebut. Efeknya adalah besar kemungkinan hal negatif yang tersimpan dalam otak anak akan dilakukan pula oleh anak sebagai aktualisasi diri.
Fungsi yang ketiga adalah memberikan dasar pendidikan sosial. Pendidikan sosial yang dimaksud adalah terkait bagaimana seharusnya anak bergaul dalam kehidupan hari – hari. Hal ini juga tidak boleh disepelehkan oleh orang tua. Ketika anak sudah mulai masuk pada usia sekolah, mereka sudah akan berinteraksi dengan lebih banyak teman. Dan umumnya mereka belum bisa memutusakan mana teman yang baik untuk perkembangannya dan mana teman yang justru akan mengarahkannya ke hal negatif. Disinilah peran “controling” oleh orang tua. Orang tua harusnya memahami sebuah pepatah “Jika anak bergaul dengan pandai besi, minimal mereka akan kena percikan api. Namun jika anak bergaul dengan penjual parfum, minimal mereka dapat wanginya”. Salah satu faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkoba, pelaku seks bebas, dan berbuat kriminal adalah faktor pergaulan yang kebablasan. Jadi, orang tua harus benar – benar meluangkan waktu untuk mengamati pergaulan anak sehingga anak dapat terproteksi dari pergaulan yang destruktif. Jangan sampai ketika anak sudah masuk usia sekolah, lantas orang tua seolah lepas tanggung jawab sebab mereka menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Hal yang terbaik adalah orang tua dan sekolah beruapaya membangun komunikasi secara intens dalam mendidik anak, Sehingga kedua pihak menjadi mitra yang baik.

Fungsi yang keempat adalah menjamin perkembangan emosional anak. Anak yang hidup di lingkungan keluarga yang bahagia akan memiliki perkembangan emosional yang baik. Namun tidak sedikit pula keluarga yang tidak harmonis dalam membina rumah tangga atau Broken Home. Kondisi keluarga yang seperti ini akan membuat anak tertekan dan perkembangan emosionalnya akan terganggu. Efeknya adalah ketika anak stress dengan situasi Broken home tersebut, akhirnya mereka lari ke hal – hal negatif seperti narkoba, free sex dan aksi kriminal laiinya. Keluarga yang seharusnya menjadi “Surga” buat mereka justru menjadi “Neraka” bagi mereka. Oleh karena itu orang tua harus mampu membina rumah tangga secara harmonis sebab hal ini akan berpengaruh besar bagi perkembangan anak ke depan.
Sebagai kesimpulan, keluarga khususnya ayah dan ibu adalah guru pertama bagi setiap anak. Tugas utama mereka bukan mengajarkan Matematika, Kimia, Bahasa, ataupun Ilmu Alam. Namun Tugas pokok mereka adalah sebagai sosok peletak dasar – dasar nilai agama dan moral anak. Kokoh atau rapuhnya pondasi agama dan moral anak tersebut sangat bergantung kepada sejauh mana keseriusan orang tua dalam mendidik anak. Pondasi agama dan moral anak yang kokoh akan menjadi penolong orang tua menuju surga. sebaliknya, pondasi agama dan moral yang rapuh akan menjadi tembok penghalang orang tua menuju kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun di akhirat.

No comments:

Post a Comment