Friday, 19 April 2019

Guru, Teladan dalam kesopan-santunan


Pada bulan februari 2019, dunia maya dihebohkan oleh viralnya sebuah video tidak terpuji peserta didik  yang menganiaya dan mencekik gurunya karena sang guru melarangnya merokok. Sebelumnya pada tahun 2016 juga viral video anak SD yang menghina ibu gurunya.
Dan masih banyak lagi fakta – fakta lain yang menunjukan bahwa salah satu hal mendesak untuk dibenahi dalam dunia pendidikan saat ini adalah kesopan – santunan.
Sopan santun adalah suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang lain yang tercermin dari perbuatan maupun ucapan. Sopan santun adalah ciri khas bangsa Indonesia. Berikut beberapa contoh sopan – santun dalam kehidupan sehari :
1.        Menghormati orang yang lebih tua.
2.        Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
3.        Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur.
4.        Tidak meludah di sembarang tempat.
5.        tidak menyela pembicaraan.
Jika dikaitkan antara fakta- fakta video viral yang disebutkan diawal dengan konsep sopan – santun tersebut, maka sungguh jauh panggang dari api. Dua contoh kasus diatas sungguh kontras dengan nilai kesopan santunan. Peserta didik tidak lagi menghargai guru yang berjasa dalam memberinya ilmu.
Ada beberapa faktor penyebab lunturnya nilai kesopan santunan di kalangan generasi saat ini diantaranya.
1.        Pengaruh perkembangan TIK
Berasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018 pengguna internet di Indonesia sebanyak 143 juta orang, dan 16,68 persen diantaranya adalah remaja. Artinya sebanyak lebih dari 23 juta remaja sudah mengakses Internet. Jumlah ini menunjukan betapa mudahnya remaja berselancar di dunia maya.
Mudahnya peserta didik mengakses jutaan konten di internet mempengaruhi fikiran mereka. Berbagai macam tayangan yang “Kurang ajar” di internet tersaji dan dinikmati oleh mereka sehingga secara tidak sadar bagi mereka yang tidak memiliki pondasi karakter yang kuat akan terpengaruh dan akhirnya mencontohi tayangan tersebut.
2.      Moderenisasi kultur
Dunia digital yang tidak terbatas membuat peserta didik mampu menyaksikan berbagi budaya dan cara berperilaku seluruh negara di dunia. Budaya barat yang notabene kadang kontradiktif dengan budaya ketimuran secara pelan tapi pasti mempengaruhi cara perperilaku dan cara berucap anak. Dulu, berdua – duaan antara cowok dan cewek adalah hal yang tabuh dan akan menjadi bahan cemoohan. Sekarang, hal ini sudah menjadi konsumsi publik yang seolah menjadi hal biasa khususnya di kalangan pelajar. Bahkan banyak diantara mereka merasa minder jika mereka tidak memiliki pasangan (Pacar), seolah itu adalah aib.


3.      Kurangnya pembiasaan sopan santun di rumah.
Sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah atau di lingkungan keluarga sehingga sikap orang tua yang tidak mencerminkan norma-norma kesopanan akan mudah ditiru anak.
Salah satu upaya dalam mengatasi persoalan ini adalah guru menjadi teladan dalam kesopan – santunan. Jika lingkungan keluarga dan masyarakat sudah tidak mampu membendung terkikisnya nilai kesopan – santunan anak, maka sekolah adalah benteng pertahanan terakhir. Dan guru adalah tokoh di benteng itu.
Keteladanan perihal kesopan – santunan yang bisa ditampilkan oleh guru adalah sebagai berikut :
1.      Senyum kepada peserta didik
Senyum adalah bentuk keramahan seseorang. Semakin sering guru senyum kepada peserta didik, maka peserta didik akan merasa nyaman dan bahagia. Dari situ peserta didik akan sadar bahwa senyum itu mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Lambat laun peserta didik yang tadinya cuek dengan orang lain akan mulai menebar senyum. Pernyataan ini didukung oleh seorang ahli saraf Marco Iacoboni yang mengatakan bahwa manusia memiliki neuron cermin. Sel ini akan aktif jika kita melakukan sesuatu dan saat melihat orang melakukan sesuatu. Artinya ketika seseorang melihat orang tersenyum, neuron cermin akan cenderung aktif untuk merespon senyuman tersebut secara alami. Jadi semakin  sering guru senyum kepada peserta didik maka semakin terbiasa pula peserta didik tersenyum.
2.             Guru menyapa dan menyalami peserta didik saat bertemu .
Salam dan sapa adalah bentuk kesopan santunan dalam kehidupan sehari – hari. Idealnya, ketika peserta didik mengerti sopan – santun, maka seyogyanya merekalah yang menyapa dan menyalami gurunya. Namun, bagaimana dengan peserta didik yang belum tertanam kebiasaan menyapa dan menyalami orang lain termasuk gurunya?. Nah disinilah peran guru memberikan keteladanan itu. Sudah bukan zamannya guru bersikap arogan di depan peserta didik. Tapi bukan berarti guru menghilangkan wibawanya. Guru berperan sebagai contoh yang disaksikan langsung oleh peserta didik. Hari demi hari akan tertanam dalam benak peserta didik tentang indahnya salam dan sapa.
3.        Bertutur kata yang santun terhadap peserta didik
Dr. Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ahli sains yang mahir menggunakan mikroskop). Mereka meneliti tentang the power of word (Kekuatan kata - kata) dengan menggunakan object air. Hasil penelitiannya menunjukan Jika air diberikan kata positif, maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh, seakan ingin menggambarkan gerakan tangan air yang sedang mengekspresikan kenikmatannya. Sebaliknya, jika kata-kata negatif  yang diberikan, maka akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang.
Dari penelitian ini tergambar betapa dahsyatnya efek kata – kata kepada peserta didik. Jika guru konsisten berkata yang santun penuh cinta kepada peserta didik maka hati peserta didik akan terbuka dengan energi positif tersebut dan besar kemungkinan akan mereka mengikuti kebiasaan berbicara secara santun kepada orang lain.
  






No comments:

Post a Comment

Friday, 19 April 2019

Guru, Teladan dalam kesopan-santunan


Pada bulan februari 2019, dunia maya dihebohkan oleh viralnya sebuah video tidak terpuji peserta didik  yang menganiaya dan mencekik gurunya karena sang guru melarangnya merokok. Sebelumnya pada tahun 2016 juga viral video anak SD yang menghina ibu gurunya.
Dan masih banyak lagi fakta – fakta lain yang menunjukan bahwa salah satu hal mendesak untuk dibenahi dalam dunia pendidikan saat ini adalah kesopan – santunan.
Sopan santun adalah suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang lain yang tercermin dari perbuatan maupun ucapan. Sopan santun adalah ciri khas bangsa Indonesia. Berikut beberapa contoh sopan – santun dalam kehidupan sehari :
1.        Menghormati orang yang lebih tua.
2.        Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
3.        Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur.
4.        Tidak meludah di sembarang tempat.
5.        tidak menyela pembicaraan.
Jika dikaitkan antara fakta- fakta video viral yang disebutkan diawal dengan konsep sopan – santun tersebut, maka sungguh jauh panggang dari api. Dua contoh kasus diatas sungguh kontras dengan nilai kesopan santunan. Peserta didik tidak lagi menghargai guru yang berjasa dalam memberinya ilmu.
Ada beberapa faktor penyebab lunturnya nilai kesopan santunan di kalangan generasi saat ini diantaranya.
1.        Pengaruh perkembangan TIK
Berasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018 pengguna internet di Indonesia sebanyak 143 juta orang, dan 16,68 persen diantaranya adalah remaja. Artinya sebanyak lebih dari 23 juta remaja sudah mengakses Internet. Jumlah ini menunjukan betapa mudahnya remaja berselancar di dunia maya.
Mudahnya peserta didik mengakses jutaan konten di internet mempengaruhi fikiran mereka. Berbagai macam tayangan yang “Kurang ajar” di internet tersaji dan dinikmati oleh mereka sehingga secara tidak sadar bagi mereka yang tidak memiliki pondasi karakter yang kuat akan terpengaruh dan akhirnya mencontohi tayangan tersebut.
2.      Moderenisasi kultur
Dunia digital yang tidak terbatas membuat peserta didik mampu menyaksikan berbagi budaya dan cara berperilaku seluruh negara di dunia. Budaya barat yang notabene kadang kontradiktif dengan budaya ketimuran secara pelan tapi pasti mempengaruhi cara perperilaku dan cara berucap anak. Dulu, berdua – duaan antara cowok dan cewek adalah hal yang tabuh dan akan menjadi bahan cemoohan. Sekarang, hal ini sudah menjadi konsumsi publik yang seolah menjadi hal biasa khususnya di kalangan pelajar. Bahkan banyak diantara mereka merasa minder jika mereka tidak memiliki pasangan (Pacar), seolah itu adalah aib.


3.      Kurangnya pembiasaan sopan santun di rumah.
Sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah atau di lingkungan keluarga sehingga sikap orang tua yang tidak mencerminkan norma-norma kesopanan akan mudah ditiru anak.
Salah satu upaya dalam mengatasi persoalan ini adalah guru menjadi teladan dalam kesopan – santunan. Jika lingkungan keluarga dan masyarakat sudah tidak mampu membendung terkikisnya nilai kesopan – santunan anak, maka sekolah adalah benteng pertahanan terakhir. Dan guru adalah tokoh di benteng itu.
Keteladanan perihal kesopan – santunan yang bisa ditampilkan oleh guru adalah sebagai berikut :
1.      Senyum kepada peserta didik
Senyum adalah bentuk keramahan seseorang. Semakin sering guru senyum kepada peserta didik, maka peserta didik akan merasa nyaman dan bahagia. Dari situ peserta didik akan sadar bahwa senyum itu mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Lambat laun peserta didik yang tadinya cuek dengan orang lain akan mulai menebar senyum. Pernyataan ini didukung oleh seorang ahli saraf Marco Iacoboni yang mengatakan bahwa manusia memiliki neuron cermin. Sel ini akan aktif jika kita melakukan sesuatu dan saat melihat orang melakukan sesuatu. Artinya ketika seseorang melihat orang tersenyum, neuron cermin akan cenderung aktif untuk merespon senyuman tersebut secara alami. Jadi semakin  sering guru senyum kepada peserta didik maka semakin terbiasa pula peserta didik tersenyum.
2.             Guru menyapa dan menyalami peserta didik saat bertemu .
Salam dan sapa adalah bentuk kesopan santunan dalam kehidupan sehari – hari. Idealnya, ketika peserta didik mengerti sopan – santun, maka seyogyanya merekalah yang menyapa dan menyalami gurunya. Namun, bagaimana dengan peserta didik yang belum tertanam kebiasaan menyapa dan menyalami orang lain termasuk gurunya?. Nah disinilah peran guru memberikan keteladanan itu. Sudah bukan zamannya guru bersikap arogan di depan peserta didik. Tapi bukan berarti guru menghilangkan wibawanya. Guru berperan sebagai contoh yang disaksikan langsung oleh peserta didik. Hari demi hari akan tertanam dalam benak peserta didik tentang indahnya salam dan sapa.
3.        Bertutur kata yang santun terhadap peserta didik
Dr. Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ahli sains yang mahir menggunakan mikroskop). Mereka meneliti tentang the power of word (Kekuatan kata - kata) dengan menggunakan object air. Hasil penelitiannya menunjukan Jika air diberikan kata positif, maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh, seakan ingin menggambarkan gerakan tangan air yang sedang mengekspresikan kenikmatannya. Sebaliknya, jika kata-kata negatif  yang diberikan, maka akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang.
Dari penelitian ini tergambar betapa dahsyatnya efek kata – kata kepada peserta didik. Jika guru konsisten berkata yang santun penuh cinta kepada peserta didik maka hati peserta didik akan terbuka dengan energi positif tersebut dan besar kemungkinan akan mereka mengikuti kebiasaan berbicara secara santun kepada orang lain.
  






No comments:

Post a Comment