Pada
bulan februari 2019, dunia maya dihebohkan oleh viralnya sebuah video tidak
terpuji peserta didik yang menganiaya
dan mencekik gurunya karena sang guru melarangnya merokok. Sebelumnya pada
tahun 2016 juga viral video anak SD yang menghina ibu gurunya.
Dan masih banyak
lagi fakta – fakta lain yang menunjukan bahwa salah satu hal mendesak untuk
dibenahi dalam dunia pendidikan saat ini adalah kesopan – santunan.
Sopan
santun adalah suatu sikap atau tingkah laku yang ramah terhadap orang lain yang
tercermin dari perbuatan maupun ucapan. Sopan santun adalah ciri khas bangsa
Indonesia. Berikut beberapa contoh sopan – santun dalam kehidupan sehari :
1.
Menghormati orang yang lebih tua.
2.
Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
4.
Tidak meludah di sembarang tempat.
5.
tidak menyela pembicaraan.
Jika dikaitkan antara fakta- fakta
video viral yang disebutkan diawal dengan konsep sopan – santun tersebut, maka
sungguh jauh panggang dari api. Dua contoh kasus diatas sungguh kontras dengan
nilai kesopan santunan. Peserta didik tidak lagi menghargai guru yang berjasa
dalam memberinya ilmu.
Ada beberapa faktor penyebab lunturnya nilai kesopan
santunan di kalangan generasi saat ini diantaranya.
1.
Pengaruh perkembangan TIK
Berasarkan
data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun
2018 pengguna internet di Indonesia sebanyak 143 juta orang, dan 16,68 persen
diantaranya adalah remaja. Artinya sebanyak lebih dari 23 juta remaja sudah
mengakses Internet. Jumlah ini menunjukan betapa mudahnya remaja berselancar di
dunia maya.
Mudahnya
peserta didik mengakses jutaan konten di internet mempengaruhi fikiran mereka.
Berbagai macam tayangan yang “Kurang ajar” di internet tersaji dan dinikmati
oleh mereka sehingga secara tidak sadar bagi mereka yang tidak memiliki pondasi
karakter yang kuat akan terpengaruh dan akhirnya mencontohi tayangan tersebut.
2.
Moderenisasi kultur
Dunia digital yang
tidak terbatas membuat peserta didik mampu menyaksikan berbagi budaya dan cara
berperilaku seluruh negara di dunia. Budaya barat yang notabene kadang kontradiktif
dengan budaya ketimuran secara pelan tapi pasti mempengaruhi cara perperilaku
dan cara berucap anak. Dulu, berdua – duaan antara cowok dan cewek adalah hal
yang tabuh dan akan menjadi bahan cemoohan. Sekarang, hal ini sudah menjadi
konsumsi publik yang seolah menjadi hal biasa khususnya di kalangan pelajar.
Bahkan banyak diantara mereka merasa minder jika mereka tidak memiliki pasangan
(Pacar), seolah itu adalah aib.
3.
Kurangnya pembiasaan sopan santun di
rumah.
Sebagian
besar waktu anak dihabiskan di rumah atau di lingkungan keluarga sehingga sikap
orang tua yang tidak mencerminkan norma-norma kesopanan akan mudah ditiru anak.
Salah satu
upaya dalam mengatasi persoalan ini adalah guru menjadi teladan dalam kesopan –
santunan. Jika lingkungan keluarga dan masyarakat sudah tidak mampu membendung
terkikisnya nilai kesopan – santunan anak, maka sekolah adalah benteng
pertahanan terakhir. Dan guru adalah tokoh di benteng itu.
Keteladanan
perihal kesopan – santunan yang bisa ditampilkan oleh guru adalah sebagai
berikut :
1.
Senyum kepada peserta didik
Senyum
adalah bentuk keramahan seseorang. Semakin sering guru senyum kepada peserta
didik, maka peserta didik akan merasa nyaman dan bahagia. Dari situ peserta
didik akan sadar bahwa senyum itu mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain.
Lambat laun peserta didik yang tadinya cuek dengan orang lain akan mulai
menebar senyum. Pernyataan ini didukung oleh seorang ahli saraf Marco Iacoboni yang mengatakan bahwa
manusia memiliki neuron cermin. Sel ini akan aktif jika kita melakukan sesuatu
dan saat melihat orang melakukan sesuatu. Artinya ketika seseorang melihat
orang tersenyum, neuron cermin akan cenderung aktif untuk merespon senyuman
tersebut secara alami. Jadi semakin
sering guru senyum kepada peserta didik maka semakin terbiasa pula peserta
didik tersenyum.
2.
Guru menyapa dan menyalami peserta didik saat bertemu
.
Salam dan
sapa adalah bentuk kesopan santunan dalam kehidupan sehari – hari. Idealnya,
ketika peserta didik mengerti sopan – santun, maka seyogyanya merekalah yang
menyapa dan menyalami gurunya. Namun, bagaimana dengan peserta didik yang belum
tertanam kebiasaan menyapa dan menyalami orang lain termasuk gurunya?. Nah
disinilah peran guru memberikan keteladanan itu. Sudah bukan zamannya guru
bersikap arogan di depan peserta didik. Tapi bukan berarti guru menghilangkan
wibawanya. Guru berperan sebagai contoh yang disaksikan langsung oleh peserta
didik. Hari demi hari akan tertanam dalam benak peserta didik tentang indahnya
salam dan sapa.
3.
Bertutur kata yang santun terhadap peserta
didik
Dr.
Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan
bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi
(seorang
ahli sains yang mahir menggunakan mikroskop). Mereka meneliti tentang the power of word (Kekuatan kata - kata)
dengan menggunakan object air. Hasil penelitiannya menunjukan Jika air
diberikan kata positif, maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa
laksana bunga yang sedang mekar penuh, seakan ingin menggambarkan gerakan
tangan air yang sedang mengekspresikan kenikmatannya. Sebaliknya, jika
kata-kata negatif yang diberikan, maka
akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang.
Dari
penelitian ini tergambar betapa dahsyatnya efek kata – kata kepada peserta
didik. Jika guru konsisten berkata yang santun penuh cinta kepada peserta didik
maka hati peserta didik akan terbuka dengan energi positif tersebut dan besar
kemungkinan akan mereka mengikuti kebiasaan berbicara secara santun kepada
orang lain.
No comments:
Post a Comment