Friday, 19 April 2019

Guru, teladan dalam kedisiplinan


Kedisiplinan adalah modal utama dalam meraih kesuksesan. Menurut Asy Mas’udi, Arti disiplin bila dilihat dari segi bahasanya adalah latihan ingatan dan watak untuk menciptakan pengawasan (kontrol diri), atau kebiasaan mematuhi ketentuan dan perintah.
Jadi arti disiplin secara lengkap adalah kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapa pun.
Peserta didik yang ada di sekolah saat ini adalah kaum milenials yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa menuju bangsa maju di masa depan. Oleh karena itu maka wajib hukumnya mereka menjadi kaum yang memiliki disiplin tinggi.
Kedisiplinan akan terbentuk dari sebuah proses pembiasaaan. Ia tidak bisa secara “simsalabim” masuk kedalam jiwa setiap peserta didik. Kedisiplinan pula tidak  cukup hanya diajarkan melalui ceramah di depan kelas, tapi akan terbentuk melalui keteladanan. Untuk memiliki peserta didik yang disipilin maka gurupun harus disiplin. Bukankah akan jadi rancuh jika seorang guru meminta peserta didik untuk disiplin sementara ia tidak disiplin?. Misalnya seorang guru membuat aturan jam pelajaran dimulai pada jam 7.30 sementara ia masuk jam 08.00. Bukankah hal demikian adalah paradoks yang nampak jelas di depan peserta didik?. Tentu tidak dinafikkan bahwa terkadang guru memiliki halangan mendadak atau tugas aksidental yang sifatnya urgen dan masih dalam ranah tugas pokok dan fungsinya yang mengharuskan guru sedikit terlambat masuk mengajar. Namun, Benang merah dari keteladanan dalam kedisiplinan yang dimaksud disini adalah kesungguhan untuk disiplin oleh guru yang berasal dari kesadaran diri sebagai pendidik.



Ada tiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan guru yaitu :
1.      Perasaan Takut
Pendekatan disiplin yang digunakan adalah kekuasaan dan kekuatan. Hukuman dan ancaman dalam hal ini diberikan kepada pelanggar peraturan untuk membuatnya jera, sehingga mereka tidak berbuat lagi kesalahan yang serupa, yang akhirnya membuat mereka patuh pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
2.      Kebiasaan
Perbuatan yang selalu diulang – ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Untuk menjadi seorang guru yang disiplin, maka budaya hadir tepat waktu perlu diupayakan berulang – ulang.
Ironinya, istilah “jam karet” sudah tidak asing lagi di negeri ini sebab tingkat kesadaran untuk tepat waktu masih rendah. Bahkan seolah sudah menjadi tradisi ketika hendak berkegiatan misalnya pada pukul 10.00 maka di undangan ditulis pukul 09.30, Sebab pelaksana kegiatan tahu bahwa akan berlaku “Jam karet”. Sudah separah itukah kesadaran tepat waktu di negeri ini? Oleh karenanya untuk menghapus tradisi negatif itu, maka budaya disiplin perlu dibiasakan oleh guru dan diharapkan menular ke peserta didik.
Kedisiplinan sejati dari seorang guru adalah kedisiplinan yang berasal dari hatinya yang terdalam bukan karena pengawasan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Pun bukan karena imbalan baik berupa materi maupun pujian dari orang lain.
Agar kedisiplinan ini dapat membudaya maka tidak cukup jika hanya beberapa pihak saja yang menegakkan kedisiplinan. Kedisiplinan dalam sekolah harus diperankan oleh semua kalangan mulai dari kepala sekolah, guru, staff, hingga peserta didik.
Berikut adalah beberap indikator kedisiplinan seorang guru :
1.    Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
2.       Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah Tidak membangkang pada peraturan berlaku
3.       Tidak membohong
4.       Tingkah laku yang menyenangkan
5.       Rutin dalam mengajar
6.       Tidak suka malas dalam mengajar
7.       Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
8.       Tepat waktu dalam belajar mengajar
9.       Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar
10.    Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar





No comments:

Post a Comment

Friday, 19 April 2019

Guru, teladan dalam kedisiplinan


Kedisiplinan adalah modal utama dalam meraih kesuksesan. Menurut Asy Mas’udi, Arti disiplin bila dilihat dari segi bahasanya adalah latihan ingatan dan watak untuk menciptakan pengawasan (kontrol diri), atau kebiasaan mematuhi ketentuan dan perintah.
Jadi arti disiplin secara lengkap adalah kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapa pun.
Peserta didik yang ada di sekolah saat ini adalah kaum milenials yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa menuju bangsa maju di masa depan. Oleh karena itu maka wajib hukumnya mereka menjadi kaum yang memiliki disiplin tinggi.
Kedisiplinan akan terbentuk dari sebuah proses pembiasaaan. Ia tidak bisa secara “simsalabim” masuk kedalam jiwa setiap peserta didik. Kedisiplinan pula tidak  cukup hanya diajarkan melalui ceramah di depan kelas, tapi akan terbentuk melalui keteladanan. Untuk memiliki peserta didik yang disipilin maka gurupun harus disiplin. Bukankah akan jadi rancuh jika seorang guru meminta peserta didik untuk disiplin sementara ia tidak disiplin?. Misalnya seorang guru membuat aturan jam pelajaran dimulai pada jam 7.30 sementara ia masuk jam 08.00. Bukankah hal demikian adalah paradoks yang nampak jelas di depan peserta didik?. Tentu tidak dinafikkan bahwa terkadang guru memiliki halangan mendadak atau tugas aksidental yang sifatnya urgen dan masih dalam ranah tugas pokok dan fungsinya yang mengharuskan guru sedikit terlambat masuk mengajar. Namun, Benang merah dari keteladanan dalam kedisiplinan yang dimaksud disini adalah kesungguhan untuk disiplin oleh guru yang berasal dari kesadaran diri sebagai pendidik.



Ada tiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan guru yaitu :
1.      Perasaan Takut
Pendekatan disiplin yang digunakan adalah kekuasaan dan kekuatan. Hukuman dan ancaman dalam hal ini diberikan kepada pelanggar peraturan untuk membuatnya jera, sehingga mereka tidak berbuat lagi kesalahan yang serupa, yang akhirnya membuat mereka patuh pada peraturan dan tata tertib yang berlaku.
2.      Kebiasaan
Perbuatan yang selalu diulang – ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Untuk menjadi seorang guru yang disiplin, maka budaya hadir tepat waktu perlu diupayakan berulang – ulang.
Ironinya, istilah “jam karet” sudah tidak asing lagi di negeri ini sebab tingkat kesadaran untuk tepat waktu masih rendah. Bahkan seolah sudah menjadi tradisi ketika hendak berkegiatan misalnya pada pukul 10.00 maka di undangan ditulis pukul 09.30, Sebab pelaksana kegiatan tahu bahwa akan berlaku “Jam karet”. Sudah separah itukah kesadaran tepat waktu di negeri ini? Oleh karenanya untuk menghapus tradisi negatif itu, maka budaya disiplin perlu dibiasakan oleh guru dan diharapkan menular ke peserta didik.
Kedisiplinan sejati dari seorang guru adalah kedisiplinan yang berasal dari hatinya yang terdalam bukan karena pengawasan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Pun bukan karena imbalan baik berupa materi maupun pujian dari orang lain.
Agar kedisiplinan ini dapat membudaya maka tidak cukup jika hanya beberapa pihak saja yang menegakkan kedisiplinan. Kedisiplinan dalam sekolah harus diperankan oleh semua kalangan mulai dari kepala sekolah, guru, staff, hingga peserta didik.
Berikut adalah beberap indikator kedisiplinan seorang guru :
1.    Patuh terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan
2.       Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah Tidak membangkang pada peraturan berlaku
3.       Tidak membohong
4.       Tingkah laku yang menyenangkan
5.       Rutin dalam mengajar
6.       Tidak suka malas dalam mengajar
7.       Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
8.       Tepat waktu dalam belajar mengajar
9.       Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar
10.    Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar





No comments:

Post a Comment