Kedisiplinan
adalah modal utama dalam meraih kesuksesan. Menurut Asy Mas’udi, Arti disiplin bila dilihat dari segi
bahasanya adalah latihan ingatan dan watak untuk menciptakan pengawasan
(kontrol diri), atau kebiasaan mematuhi ketentuan dan perintah.
Jadi arti disiplin secara lengkap adalah
kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai
dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa
paksaan dari siapa pun.
Peserta
didik yang ada di sekolah saat ini adalah kaum milenials yang akan melanjutkan estafet
perjuangan bangsa menuju bangsa maju di masa depan. Oleh karena itu maka wajib
hukumnya mereka menjadi kaum yang memiliki disiplin tinggi.
Kedisiplinan
akan terbentuk dari sebuah proses pembiasaaan. Ia tidak bisa secara
“simsalabim” masuk kedalam jiwa setiap peserta didik. Kedisiplinan pula tidak cukup hanya diajarkan melalui ceramah di depan
kelas, tapi akan terbentuk melalui keteladanan. Untuk memiliki peserta didik
yang disipilin maka gurupun harus disiplin. Bukankah akan jadi rancuh jika
seorang guru meminta peserta didik untuk disiplin sementara ia tidak disiplin?.
Misalnya seorang guru membuat aturan jam pelajaran dimulai pada jam 7.30
sementara ia masuk jam 08.00. Bukankah hal demikian adalah paradoks yang nampak
jelas di depan peserta didik?. Tentu tidak dinafikkan bahwa terkadang guru
memiliki halangan mendadak atau tugas aksidental yang sifatnya urgen dan masih
dalam ranah tugas pokok dan fungsinya yang mengharuskan guru sedikit terlambat masuk
mengajar. Namun, Benang merah dari keteladanan dalam kedisiplinan yang dimaksud
disini adalah kesungguhan untuk disiplin oleh guru yang berasal dari kesadaran
diri sebagai pendidik.
Ada
tiga faktor yang mempengaruhi kedisiplinan guru yaitu :
1.
Perasaan Takut
Pendekatan disiplin yang digunakan
adalah kekuasaan dan kekuatan. Hukuman dan ancaman dalam hal ini diberikan
kepada pelanggar peraturan untuk membuatnya jera, sehingga mereka tidak berbuat
lagi kesalahan yang serupa, yang akhirnya membuat mereka patuh pada peraturan
dan tata tertib yang berlaku.
2. Kebiasaan
Perbuatan yang selalu
diulang – ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Untuk menjadi seorang guru yang
disiplin, maka budaya hadir tepat waktu perlu diupayakan berulang – ulang.
Ironinya, istilah “jam
karet” sudah tidak asing lagi di negeri ini sebab tingkat kesadaran untuk tepat
waktu masih rendah. Bahkan seolah sudah menjadi tradisi ketika hendak
berkegiatan misalnya pada pukul 10.00 maka di undangan ditulis pukul 09.30,
Sebab pelaksana kegiatan tahu bahwa akan berlaku “Jam karet”. Sudah separah
itukah kesadaran tepat waktu di negeri ini? Oleh karenanya untuk menghapus
tradisi negatif itu, maka budaya disiplin perlu dibiasakan oleh guru dan
diharapkan menular ke peserta didik.
Kedisiplinan
sejati dari seorang guru adalah kedisiplinan yang berasal dari hatinya yang
terdalam bukan karena pengawasan kepala sekolah atau pengawas sekolah. Pun
bukan karena imbalan baik berupa materi maupun pujian dari orang lain.
Agar
kedisiplinan ini dapat membudaya maka tidak cukup jika hanya beberapa pihak
saja yang menegakkan kedisiplinan. Kedisiplinan dalam sekolah harus diperankan
oleh semua kalangan mulai dari kepala sekolah, guru, staff, hingga peserta
didik.
Berikut
adalah beberap indikator kedisiplinan seorang guru :
1.
Patuh terhadap
aturan sekolah atau lembaga pendidikan
2.
Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah
Tidak membangkang pada peraturan berlaku
3.
Tidak membohong
4.
Tingkah laku yang menyenangkan
5.
Rutin dalam mengajar
6.
Tidak suka malas dalam mengajar
7.
Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi dirinya
8.
Tepat waktu dalam belajar mengajar
9.
Tidak pernah keluar dalam belajar mengajar
10.
Tidak pernah membolos dalam belajar mengajar
No comments:
Post a Comment