Guru
adalah panutan bagi setiap anak didiknya dalam ranah spiritualitas atau
hubungan kepada tuhan yang maha Esa. Keteladanan dalam spiritualitas adalah
keteladanan
inti yang wajib dimiliki oleh setiap guru sebagaimana yang
tercantum dalam falsafah bangsa kita, Pancasila sila pertama, ketuhanan yang
maha Esa.
Menurut Abdul wahid hasan,
Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas
adalah kesadaran tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan
nasib. Spiritualitas
adalah bekal yang sangat substansial untuk ditanamkan dalam jiwa peserta didik.
Albert Einstein bahkan mengatakan “Religion without science is blind. Science without religion
is paralyzed” (Agama tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama adalah lumpuh)”.
Ketika spiritualitas sudah
mendarah daging dalam diri peserta didik , maka itu artinya mereka memiliki Internal
Control yang baik dan tidak hanya mengandalkan external control.
Internal control
adalah “Kemudi” dari dalam diri peserta didik yang dapat mengarahkan setiap
perilaku mereka ke jalan yang benar. Sementara External Control adalah faktor – faktor dari luar diri peserta
didik yang dapat membantunya dalam berperilaku positif. Contoh external control adalah pengawasan orang
tua, guru, dan pihak lain. Dalam hal praktis, sesungguhnya internal control berperan lebih penting daripada external control sebab Internal control berasal dari dalam diri
anak yang tidak terbatas ruang dan waktu. Sedangkan External control sifatnya terbatas karena tidak selamanya orang tua
dan guru menyertai si anak.
Contoh kasus misalnya adalah ketika peserta
didik tidak berada di sisi orang tua dan luput dari pengawasan guru lantas ia mendapat
pengaruh untuk berbuat keburukan atau kejahatan, maka internal control dalam dirinyalah yang berperan untuk menasehati
dan menyelamatkannya. Lantas apakah yang akan terjadi jika internal control dalam dirinya lemah?. Besar kemungkinan mereka
akan jatuh ke lembah – lembah kemaksiatan.
Itulah
yang menimpa banyak generasi kita dewasa ini, maraknya kasus pergaulan bebas, narkoba,
minuman keras, dan berbagai kasus kriminal lainnya disebabkan oleh lemahnya
“anti virus” anak yaitu control internal
atau Spiritualitas. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut pada tahun 2018, pengguna
narkoba di Indonesia mencapai 5,1 juta orang, dan itu terbesar di Asia. Dari
jumlah itu, 40% di antaranya berasal dari kalangan pelajar SD hingga Perguruan
tinggi. Data lain yang diungkapkan oleh Komisioner Bidang Pendidikan (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia) KPAI bahwa pada tahun lalu, angka kasus tawuran
hanya 12,9 persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen. Sekali lagi penyebab utama
persoalan ini adalah rendahnya spiritualitas anak.
Anak
yang mantap spuritualitasnya akan selalu yakin bahwa Tuhan tidak pernah tidur
walau sedetik. Ia akan selalu mengawasi hambanya dan akan memberi balasan
sesuai perbuatannya.
Nah,
Guru adalah sosok yang perannya sangat sentral dalam internalisasi
Spiritualitas ini. Guru sebagai orang tua kedua adalah teladan bagi peserta
didik. Spititualitas identik dengan ibadah sehingga guru harus mampu mendidik
anak dengan keteladanannya dalam beribadah. Misalnya, Bagi umat Islam, sholat
lima waktu adalah harga mati yang harus dicontohkan setiap harinya baik dalam
lingkungan sekolah maupun luar sekolah oleh semua guru, bukan hanya guru mata
pelajaran agama. Begitupun guru yang beragama Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dengan ritual ibadahnya
masing – masing. Selain dalam konteks Ibadah, guru juga perlu menjadikan
dirinya teladan dalam menerapkan nilai spiritualtas dalam konteks kehidupan
sehari – hari seperti jujur, amanah, ikhlas, cinta sedeqah, mengasihi sesama
manusia tanpa memandang suku, agama, dan ras.
Kurikulum
nasional dewasa ini bahkan mewajibkan mengharapkan guru untuk mencantumkan
nilai spiritualitas dalam rencana pembelajarannya. Namun apalah arti semua itu
jika hanya sebatas tertuang dalam perangkat pembelajarann tanpa aktualisasi yang
berkelanjutan. Guru tidak tidak bisa hanya bermodal spidol dan papan tulis
untuk menyelamatkan generasi bangsa. Guru harus mampu menjadi sosok teladan
spiritual sebagaimana seorang Filsuf muslim, Al Gazali mengatakan bahwa tugas
guru (Pendidik) yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan dan menyucikan
serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Jika
guru sudah mampu menjadi model dalam penegakan spiritual dan dicontohi oleh
peserta didiknya, maka dengan izin Allah Swt, akan tertanam dalam diri peserta
didik rasa taat dan takut pada tuhan yang dalam konsep Islam disebut Ihsan yaitu selalu merasa diawasi oleh
Allah Swt. Dengan demikian, besar kemungkinan peserta didik akan terproteksi
dari pengaruh – pengaruh negatif yang merusak masa depan mereka.
No comments:
Post a Comment