Teknologi
dan Informasi atau yang trend disebut
IT bukan menjadi hal baru di zaman
milenium ini. Terlebih bangsa kita sedang gencar – gencarnya mengupayakan
Revolusi Industri 4.0 di segala sektor termasuk sektor pendidikan.
Di
sektor pendidikan, pemerintah mengahrapkan peserta didik disiapkan untuk
mengahadapi Revolusi industri 4.0 yang identik dengan kemajuan dunia digital.
Dengan demikian, para gurupun harus menjadi guru 4.0 yang mampu
menguasai dan memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran.
Secara status quo, apakah guru
Indonesia sudah siap dengan kemajuan dunia digital ini?. Sayangnya, mayoritas
guru kita masih lemah dalam penguasaan teknologi. Pada desember 2018, Kepala
Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kapustekkom) Kemendikbud, Gogot Suharwoto, mengatakan hanya 40% guru
nonteknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang siap dengan teknologi. Artinya
masih ada 60 % guru yang belum siap dengan teknologi. Apakah mungkin sekolah –
sekolah menghasilkan peserta didik yang melek IT sementara gurunya “Gaptek
(Gagap Teknologi)”?. Tentu hal tersebut akan sulit tercapai.
Sungguh sangat kontradiktif antara
target Revolusi Industri 4.0 dengan kualitas guru dalam pemanfaatan teknologi.
Mungkin persoalan inilah yang menjadi pemicu muncullnya istilah “Siswa abad 21,
Fasilitas abad 20, Guru abad 19”. Terkesan terjadi kemunduran kualitas.
Seyogyanya, guru sebagai garda terdepan mampu menjadi contoh untuk peserta
didiknya.
Bahkan yang paling menyayat hati dunia
pendidikan adalah seorang guru di Banten tertangkap menggunakan Joki saat Ujian
Kompetensi Guru (UKG) karena ketidakmampuannya menggunakan komputer untuk tes
(Gaptek). Sungguh peristiwa ini mencemari profesi guru sebagai sosok yang
digugu dan ditiru.
Demikianlah salahsatu efek jika guru
tidak berupaya melek teknologi. Beberapa faktor penyebab guru tidak serius dalam mengembangkan kompetensi
dalam penguasaan teknologi adalah ;
1. Guru
menganggap tidak perlu mengajar dengan memanfaatkan IT karena yang terpenting
adalah mempersiapkan siswa mendapat nilai ujian yang baik.
2. Beberapa
guru tidak mampu membeli peralatan komputer seperti Laptop.
3. Mengajar
dengan teknologi atau tidak, gaji yang
dibawa pulang tiap bulan tetap sama saja.
4. Masih
ada pikiran bahwa media sosial dan komputer adalah media untuk bersenang-senang
sedangkan mengajar mesti mesti dengan buku dan metode ceramah
5. Banyak
guru yang punya fasilitas seperti laptop dan smartphone tapi tidak tahu cara
memanfaatkannya.
Persoalan
diatas dapat diatas dengan beberpa cara berikut
1. Kepala
sekolah memasukkan poin pemanfaatan IT dalam suvervisi sekolah.
2. Guru
berupaya menabung untuk membeli fasilitas seperti Laptop.
3. Guru
tidak kaku dalam pembelajaran yang monoton pada metode ceramah, tapi mencoba
menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi karena hal tersebut
menyenangkan dalam pembelajaran.
4. Guru
berupaya update tentang informasi
pelatihan – pelatihan guru. Sudah banyak pelatihan guru yang bisa diikuti guru
di era ini, bahkan tidak jarang tersedia pelatihan On line atau offline yang
dilaksanakan oleh berbagai pihak seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Kesimpulannya, untuk mencetak generasi atau peserta didik yang melek
teknologi maka guru yang harus memberikan keteladanan. Peserta didik akan
semakin siap menghadapai era Revolusi industri 4.0 jika semua guru
memperlihatkan ketekunananya dalam pemanfaatan teknologi. Akan fatal jika guru
tetap berada si zona nyaman yang tidak mau berhubungan dengan dunia teknologi
sebab bangsa kita akan semakin tertinggal. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
perkembangan pembangunan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia tahun
2016. Hasilnya, peringkat Indonesia
berada di urutan 111 dari 176 negara dengan indeks sebesar 4,34. Hasil tersebut
dapat diperbaiki dengan merevolusi dunia pendidikan dari guru gagap teknologi ke guru Melek teknologi.
No comments:
Post a Comment