Koran
Kompas pada 2016 merilis sebuah data
yang sangat menyedihkan tentang minat baca bangsa Indonesia. Kompas merilis
sebuah survey yang dilakukan oleh Central
Connecticut State Univesity pada Maret 2016 tentang “Most Littered Nation In the World".
Hasilnya, Indonesia
dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Selain
itu, menurut Najwa Shihab selaku Duta baca Indonesia 2018,
masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak dalam setahun bisa membaca
hingga 25-27 persen buku. Jepang bisa mencapai 15-18 persen buku per tahun. Sementara
di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun. Data – data
tersebut menunjukan bahwa minat baca di Indonesia memang masih sangat
memprihatinkan.
Beberapa
faktor penyebab rendahnya minat baca adalah lingkungan sekitar yang tidak
mendukung tumbuhnya minat baca baik lingkungan keluarga bahkan sekolah. Kedua,
pengaruh Gadget. Generasi hari ini lebih senang pegang Gadget daripada pegang
buku. Ketiga pengaruh Game On line dan
Media sosial. Dimana - mana ketika anak berkumpul bersama teman - temannya,
yang mereka bahas adalah game ataupun bermedia sosial. Sangat jarang disaksikan
anak yang membaca buku atau berdiskusi tentang buku yang ia baca.
Telah
disebutkan bahwa salah satu faktor penyabab rendahnya minat baca adalah
lingkungan yang tidak mendukung baik lingkungan keluarga maupun sekolah. Lingkungan
keluarga lebih senang menonton televisi daripada membaca buku. Pernyataan
tersebut bukan isapan jempol semata. Kantor
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat 90 persen penduduk usia di
atas 10 tahun gemar menonton televisi, tapi tidak suka membaca buku. Padahal
lingkungan keluarga adalah lingkungan terdekat yang seharusnya mampu
menciptakan generasi Indonesia yang cinta membaca.
Lantas bagaimana dengan lingkungan
sekolah?. Kurikulum hari ini sudah mengarah pada program menumbuhkan minat baca
peserta didik. Guru diharapkan memberikan waktu sekitar 15 menit kepada peserta
didik untuk membaca sebelum memulai pelajaran. Apakah program ini sudah
berhasil?. Sepertinya belum maksimal. Salah satu penyebab utamanya adalah
karena faktanya guru juga masih memiliki minat baca yang rendah. Bagaimana
mungkin lingkungan sekolah menjadi lingkungan cinta baca sementara para guru
tidak senang membaca. Guru adalah teladan bagi peserta didik. Ketika guru tidak
dekat dengan buku, maka peserta didiknyapun akan jauh dari buku.
Solusi jitu untuk mendongkrak minat baca
peserta didik adalah berawal dari guru yang menjadikan dirinya teladan dalam
membaca. Guru harus berupaya mencintai buku dengan rutin membaca buku baik di
rumah maupun di sekolah. Minimal setiap guru membeli satu buku baru setiap
bulannya. Kemudian sang guru memanfaatkan waktu luang di waktu istirahat untuk
membaca. Ketika peserta didik menyaksikan gurunya senang membaca, maka alam
bawah sadarnya akan tersugesti untuk membaca. Tidak cukup hanya satu atau dua
guru yang menjadi teladan membaca, tapi semua pihak di sekolah wajib cinta
membaca. Bisa dibayangkan jika setiap hari smua guru rajin membaca dan memegang
bukunya kemana – mana di lingkungan sekolah, tentu akan tercipta suasana yang
mendukung berseminya minat baca peserta didik. Guru juga dapat berdiskusi
dengan para siswa terkait buku yang mereka baca.
Dengan guru menjadi sosok teladan dalam
membaca maka peserta didik pula akan perlahan – lahan mulai membaca sebab
lingkungan sekolahnya semua dekat dengan buku. Sekali lagi, keteladanan guru dalam membaca
sanagat dibutuhkan untuk mendidik siswa cinta membaca. Jangan mengharapkan
peserta didik rajin membaca buku, sementara guru hanya sibuk membaca Status di
media sosial.
No comments:
Post a Comment