Saturday, 20 April 2019

Guru teladan dalam membaca

 
Koran Kompas pada 2016 merilis sebuah data yang sangat menyedihkan tentang minat baca bangsa Indonesia. Kompas merilis sebuah survey yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 tentang “Most Littered Nation In the World".
Hasilnya, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Selain itu, menurut Najwa Shihab selaku Duta baca Indonesia 2018, masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku. Jepang bisa mencapai 15-18 persen buku per tahun. Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun. Data – data tersebut menunjukan bahwa minat baca di Indonesia memang masih sangat memprihatinkan.
Beberapa faktor penyebab rendahnya minat baca adalah lingkungan sekitar yang tidak mendukung tumbuhnya minat baca baik lingkungan keluarga bahkan sekolah. Kedua, pengaruh Gadget. Generasi hari ini lebih senang pegang Gadget daripada pegang buku. Ketiga pengaruh Game On line dan Media sosial. Dimana - mana ketika anak berkumpul bersama teman - temannya, yang mereka bahas adalah game ataupun bermedia sosial. Sangat jarang disaksikan anak yang membaca buku atau berdiskusi tentang buku yang ia baca.
Telah disebutkan bahwa salah satu faktor penyabab rendahnya minat baca adalah lingkungan yang tidak mendukung baik lingkungan keluarga maupun sekolah. Lingkungan keluarga lebih senang menonton televisi daripada membaca buku. Pernyataan tersebut bukan isapan jempol semata. Kantor Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun gemar menonton televisi, tapi tidak suka membaca buku. Padahal lingkungan keluarga adalah lingkungan terdekat yang seharusnya mampu menciptakan generasi Indonesia yang cinta membaca.
Lantas bagaimana dengan lingkungan sekolah?. Kurikulum hari ini sudah mengarah pada program menumbuhkan minat baca peserta didik. Guru diharapkan memberikan waktu sekitar 15 menit kepada peserta didik untuk membaca sebelum memulai pelajaran. Apakah program ini sudah berhasil?. Sepertinya belum maksimal. Salah satu penyebab utamanya adalah karena faktanya guru juga masih memiliki minat baca yang rendah. Bagaimana mungkin lingkungan sekolah menjadi lingkungan cinta baca sementara para guru tidak senang membaca. Guru adalah teladan bagi peserta didik. Ketika guru tidak dekat dengan buku, maka peserta didiknyapun akan jauh dari buku.
Solusi jitu untuk mendongkrak minat baca peserta didik adalah berawal dari guru yang menjadikan dirinya teladan dalam membaca. Guru harus berupaya mencintai buku dengan rutin membaca buku baik di rumah maupun di sekolah. Minimal setiap guru membeli satu buku baru setiap bulannya. Kemudian sang guru memanfaatkan waktu luang di waktu istirahat untuk membaca. Ketika peserta didik menyaksikan gurunya senang membaca, maka alam bawah sadarnya akan tersugesti untuk membaca. Tidak cukup hanya satu atau dua guru yang menjadi teladan membaca, tapi semua pihak di sekolah wajib cinta membaca. Bisa dibayangkan jika setiap hari smua guru rajin membaca dan memegang bukunya kemana – mana di lingkungan sekolah, tentu akan tercipta suasana yang mendukung berseminya minat baca peserta didik. Guru juga dapat berdiskusi dengan para siswa terkait buku yang mereka baca.
Dengan guru menjadi sosok teladan dalam membaca maka peserta didik pula akan perlahan – lahan mulai membaca sebab lingkungan sekolahnya semua dekat dengan buku.  Sekali lagi, keteladanan guru dalam membaca sanagat dibutuhkan untuk mendidik siswa cinta membaca. Jangan mengharapkan peserta didik rajin membaca buku, sementara guru hanya sibuk membaca Status di media sosial.






No comments:

Post a Comment

Saturday, 20 April 2019

Guru teladan dalam membaca

 
Koran Kompas pada 2016 merilis sebuah data yang sangat menyedihkan tentang minat baca bangsa Indonesia. Kompas merilis sebuah survey yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 tentang “Most Littered Nation In the World".
Hasilnya, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Selain itu, menurut Najwa Shihab selaku Duta baca Indonesia 2018, masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku. Jepang bisa mencapai 15-18 persen buku per tahun. Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun. Data – data tersebut menunjukan bahwa minat baca di Indonesia memang masih sangat memprihatinkan.
Beberapa faktor penyebab rendahnya minat baca adalah lingkungan sekitar yang tidak mendukung tumbuhnya minat baca baik lingkungan keluarga bahkan sekolah. Kedua, pengaruh Gadget. Generasi hari ini lebih senang pegang Gadget daripada pegang buku. Ketiga pengaruh Game On line dan Media sosial. Dimana - mana ketika anak berkumpul bersama teman - temannya, yang mereka bahas adalah game ataupun bermedia sosial. Sangat jarang disaksikan anak yang membaca buku atau berdiskusi tentang buku yang ia baca.
Telah disebutkan bahwa salah satu faktor penyabab rendahnya minat baca adalah lingkungan yang tidak mendukung baik lingkungan keluarga maupun sekolah. Lingkungan keluarga lebih senang menonton televisi daripada membaca buku. Pernyataan tersebut bukan isapan jempol semata. Kantor Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun gemar menonton televisi, tapi tidak suka membaca buku. Padahal lingkungan keluarga adalah lingkungan terdekat yang seharusnya mampu menciptakan generasi Indonesia yang cinta membaca.
Lantas bagaimana dengan lingkungan sekolah?. Kurikulum hari ini sudah mengarah pada program menumbuhkan minat baca peserta didik. Guru diharapkan memberikan waktu sekitar 15 menit kepada peserta didik untuk membaca sebelum memulai pelajaran. Apakah program ini sudah berhasil?. Sepertinya belum maksimal. Salah satu penyebab utamanya adalah karena faktanya guru juga masih memiliki minat baca yang rendah. Bagaimana mungkin lingkungan sekolah menjadi lingkungan cinta baca sementara para guru tidak senang membaca. Guru adalah teladan bagi peserta didik. Ketika guru tidak dekat dengan buku, maka peserta didiknyapun akan jauh dari buku.
Solusi jitu untuk mendongkrak minat baca peserta didik adalah berawal dari guru yang menjadikan dirinya teladan dalam membaca. Guru harus berupaya mencintai buku dengan rutin membaca buku baik di rumah maupun di sekolah. Minimal setiap guru membeli satu buku baru setiap bulannya. Kemudian sang guru memanfaatkan waktu luang di waktu istirahat untuk membaca. Ketika peserta didik menyaksikan gurunya senang membaca, maka alam bawah sadarnya akan tersugesti untuk membaca. Tidak cukup hanya satu atau dua guru yang menjadi teladan membaca, tapi semua pihak di sekolah wajib cinta membaca. Bisa dibayangkan jika setiap hari smua guru rajin membaca dan memegang bukunya kemana – mana di lingkungan sekolah, tentu akan tercipta suasana yang mendukung berseminya minat baca peserta didik. Guru juga dapat berdiskusi dengan para siswa terkait buku yang mereka baca.
Dengan guru menjadi sosok teladan dalam membaca maka peserta didik pula akan perlahan – lahan mulai membaca sebab lingkungan sekolahnya semua dekat dengan buku.  Sekali lagi, keteladanan guru dalam membaca sanagat dibutuhkan untuk mendidik siswa cinta membaca. Jangan mengharapkan peserta didik rajin membaca buku, sementara guru hanya sibuk membaca Status di media sosial.






No comments:

Post a Comment